Articles

Green Jobs dan Green Skills: Jalan Hijau Masa Depan Ekonomi Indonesia

Krisis iklim mendorong Indonesia masuk ke era ekonomi hijau dengan potensi 19,4 juta green jobs dalam 10 tahun ke depan, tapi tantangannya besar. Green jobs bukan cuma soal energi terbarukan, tapi juga pertanian, kehutanan, sampai pengelolaan sampah. Semua profesi punya peran, dari teknisi hingga petani. Pertanyaannya, siapkah kita menjadikan green jobs sebagai jalan menuju masa depan kerja yang lebih inklusif dan adil?

Krisis iklim, transisi energi, dan ketimpangan lapangan kerja kini menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Di tengah berbagai ancaman tersebut, muncul sebuah konsep yang membawa angin segar: green jobs atau pekerjaan hijau. Tidak hanya menjanjikan kontribusi terhadap kelestarian lingkungan, pekerjaan ini juga mampu membuka jutaan peluang kerja baru yang lebih berkelanjutan. Namun, pertanyaan besarnya: apakah Indonesia telah siap?

Perubahan iklim dan krisis lingkungan mendorong banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. Dalam proses ini, muncul kebutuhan akan jenis pekerjaan baru yang berorientasi pada keberlanjutan atau yang kini dikenal dengan istilah green jobs. Laporan Greenpeace dan CELIOS (2023) menyebutkan bahwa transformasi menuju ekonomi hijau berpotensi menciptakan hingga 19,4 juta lapangan kerja baru dalam satu dekade mendatang. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan skenario Business as Usual (BAU) yang selama ini diterapkan.


Menariknya, peluang tersebut tidak hanya hadir di sektor energi, tetapi juga mencakup bidang pertanian, kehutanan, hingga pengelolaan sampah. Bahkan, sektor pertanian dan kehutanan diproyeksikan menjadi penyumbang terbesar dengan potensi penyerapan tenaga kerja hingga 3,89 juta orang. Artinya, green jobs tidak hanya berpeluang di wilayah perkotaan yang lebih maju secara infrastruktur, tetapi juga menjanjikan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di wilayah pedesaan yang selama ini kerap tertinggal dalam arus pembangunan pada umumnya.


Kesenjangan Literasi dan Talenta Hijau

Meskipun memiliki potensi yang cukup besar, green jobs sendiri belum sepenuhnya menjadi bagian dari perbincangan umum pada kelompok masyarakat di Indonesia. Survei SUMA UI dan Yayasan Indonesia Cerah tahun 2023 menunjukkan bahwa 55 persen mahasiswa belum familiar dengan konsep pekerjaan hijau yang dimana hal ini mencerminkan rendahnya literasi keberlanjutan bahkan di kalangan akademisi muda sekalipun. Fenomena tersebut sangat disayangkan padahal kelompok akademisi muda, yang mencakup siswa dan mahasiswa, merupakan target utama regenerasi green talent nasional dalam mendukung terwujudnya sektor green jobs di Negara Indonesia.


Sementara itu, laporan World Economic Forum menyebut bahwa pertumbuhan talenta hijau global hanya naik sebesar 12,3 persen antara tahun 2022 hingga 2023, meskipun kebutuhan akan keterampilan tersebut terus meningkat seiring dengan agenda transisi energi dan pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia. Di Negara Indonesia, Bappenas dan UNDP memproyeksikan bahwa kebutuhan tenaga kerja hijau akan tumbuh hingga 4,4 juta orang pada tahun 2030, dengan kebutuhan tahunan mencapai 250 ribu–650 ribu per orangnya.


Namun, kesenjangan ini bukan hanya tentang minimnya informasi, tetapi juga tentang tantangan yang akan hadir dalam bentuk keterbatasan akses pendidikan dan pelatihan keterampilan hijau, terutama bagi masyarakat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Statistik Pemuda Indonesia pada tahun 2023 mencatat tingkat pengangguran terbuka di kalangan pemuda sebesar 13,41 persen yang menandakan masih banyaknya tenaga kerja muda yang belum terserap pada sektor green jobs yang telah dijelaskan sebelumnya. Menurut saya, tanpa pembaruan kurikulum dan investasi besar dalam pendidikan keterampilan hijau, Negara Indonesia akan kesulitan mengejar target ambisius di sektor green jobs ini. Oleh karena itu, diperlukan perubahan sistem pendidikan yang lebih progresif dan kontekstual terhadap isu lingkungan sebelum celah kompetensi generasi muda semakin melebar terhadap green jobs tersebut.


Apa Itu Green Skills dan Siapa yang Membutuhkannya?

Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, istilah green skills atau keterampilan hijau menurut European Training Foundation (2022) yang dikutip oleh UNESCO TVET, merujuk pada kombinasi pengetahuan teknis dan non-teknis yang memungkinkan seseorang bekerja dengan cara yang ramah lingkungan. Hal ini mencakup berbagai aspek penting seperti efisiensi dalam penggunaan sumber daya, kemampuan mengurangi limbah, pemanfaatan energi terbarukan, hingga pengambilan keputusan yang mempertimbangkan dampak ekologis dari setiap tindakan.


Green skills tidak hanya penting bagi sektor energi atau lingkungan semata, tetapi juga menyentuh hampir seluruh bidang kehidupan profesional. UNIDO bersama dengan Peta Okupasi Nasional Green Jobs dari KKNI 2022 menyampaikan bahwa keterampilan hijau dapat dikelompokkan menjadi empat ranah utama. Pertama, keterampilan rekayasa dan teknis, yang berhubungan dengan kemampuan untuk merancang serta membangun teknologi yang ramah lingkungan, misalnya dalam pengembangan sistem panel surya rumah tangga atau pengolahan limbah biomassa menjadi energi. Kedua, keterampilan berbasis ilmu pengetahuan yang mengandalkan pemahaman mendalam terhadap fisika, kimia, dan biologi sebagai dasar dalam riset-riset terkait konservasi biodiversitas, pengembangan pertanian berkelanjutan, serta mitigasi perubahan iklim.


Kemudian ada juga keterampilan manajerial yang mengatur jalannya produksi dan proses industri agar lebih berkelanjutan, seperti penerapan sistem ekonomi sirkular, pengadaan hijau, serta efisiensi logistik. Terakhir adalah keterampilan pemantauan, yang melibatkan pemahaman teknis dan hukum guna memastikan suatu aktivitas telah memenuhi standar dan regulasi lingkungan, termasuk pelaksanaan audit energi atau sertifikasi lingkungan seperti yang tercantum pada ISO 14001.


Menariknya, keterampilan ini bukan hanya relevan bagi para teknisi, insinyur, atau ilmuwan. Profesi seperti guru, jurnalis, arsitek, pengusaha, bahkan petani juga memiliki peran strategis dalam menyebarluaskan praktik berkelanjutan dalam konteks green jobs ini. Seorang arsitek, misalnya, yang memiliki pemahaman tentang desain bangunan hemat energi dan ventilasi alami kini sangat dibutuhkan dalam tren pembangunan kota hijau di berbagai daerah. Maka dari itu, green skills sejatinya merupakan keterampilan masa depan yang lintas profesi dan lintas generasi sehingga perlu diintegrasikan secara menyeluruh dalam sistem pendidikan, pelatihan, dan kebijakan ketenagakerjaan agar dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat tanpa terkecuali.


Studi Kasus Lokal: Listrik Surya di Desa Kamanggih, Sumba Timur

Kisah nyata dari Desa Kamanggih di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, menjadi cerminan sempurna bagaimana pekerjaan hijau tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat akar rumput. Sejak tahun 2014, desa ini dikenal sebagai salah satu pionir dalam penerapan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) komunal. Proyek tersebut bukan sekadar menyediakan listrik ramah lingkungan, tetapi juga membuka ruang belajar dan bekerja bagi warga lokal.


Dalam pelaksanaannya, proyek ini melibatkan warga sebagai bagian dari tenaga teknis yang bertugas melakukan instalasi, perawatan, dan pemantauan panel surya. Mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat, melainkan juga pelaku utama dalam proses transisi energi. Hivos Indonesia, lembaga yang memfasilitasi proyek ini, melaporkan bahwa warga diberikan pelatihan teknis agar dapat menjadi operator dan teknisi secara mandiri. Salah satu tokoh lokal, Yohanes Mbani, yang sebelumnya berprofesi sebagai petani, kini menjadi teknisi andalan di desa tersebut. Ia dengan bangga mengatakan bahwa dirinya tidak hanya belajar cara memasang panel surya, tetapi juga bagaimana membagikan pengetahuan tersebut kepada orang lain agar desanya bisa mandiri energi.


Kisah di Desa Kamanggih ini membuktikan bahwa dengan pendekatan pelatihan yang tepat dan inklusif, green jobs dapat tumbuh dari komunitas lokal dan berakar kuat pada nilai-nilai pemberdayaan.


Tantangan Kebijakan: Siapa Bertanggung Jawab?

Salah satu hambatan terbesar dalam pengembangan green jobs di Indonesia adalah belum adanya kerangka kebijakan nasional yang komprehensif dan terkoordinasi. Saat ini, tanggung jawab pengembangan pekerjaan hijau tersebar di banyak kementerian dan lembaga. Kementerian ESDM berperan dalam pengembangan energi hijau, Kementerian Ketenagakerjaan menangani pelatihan tenaga kerja, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merancang kurikulum pendidikan, sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertanggung jawab pada konservasi dan lingkungan hidup. Di sisi lain, Bappenas bertugas dalam merancang perencanaan pembangunan dalam jangka panjang. Fragmentasi ini membuat inisiatif green jobs berjalan lambat dan sering kali tumpang tindih di berbagai instansi pemerintah. Sayangnya, selama pendekatan ini masih terjebak dalam ego sektoral, peluang emas dalam konteks green jobs ini hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi yang nyata. Negara Indonesia perlu menunjukkan kemauan politik (political will) yang kuat dan mengedepankan kolaborasi antar-lembaga secara serius, bukan sekadar formalitas, untuk mewujudkan inklusivitas dalam industri green jobs tersebut.


Masa Depan Green Jobs: Antara Tren dan Kebutuhan

Secara global, green jobs terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan. Laporan LinkedIn tahun 2023 mencatat bahwa profesi seperti sustainability officer, renewable energy consultant, dan green finance analyst mengalami lonjakan permintaan hingga 20 persen per tahun. Perusahaan besar maupun startup kini berlomba-lomba menyesuaikan praktik bisnis mereka agar lebih ramah lingkungan, bukan hanya karena tekanan regulasi, tetapi juga karena tuntutan konsumen dan investor yang semakin sadar akan keberlanjutan.


Fenomena ini juga mulai terlihat di Indonesia. Beberapa perusahaan telah menunjukkan kepemimpinan dalam hal ini. Misalnya, Xurya Daya Indonesia menyediakan solusi PLTS untuk industri dan perkantoran tanpa biaya awal, memungkinkan pelaku bisnis untuk mengadopsi energi bersih dengan lebih mudah. Nalagenetics, sebuah perusahaan bioteknologi, yang menggunakan pendekatan genetika untuk mengurangi limbah medis dan meningkatkan efisiensi dalam sistem kesehatan. Sementara Javara Indonesia bekerja di sektor pertanian berkelanjutan dengan fokus pada pemberdayaan petani lokal dan pelestarian tanaman pangan asli Nusantara.


Kaum muda Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak utama dalam tren ini. Dengan akses yang lebih luas terhadap teknologi digital, keterbukaan terhadap inovasi, dan kepedulian terhadap isu lingkungan yang relatif tinggi, generasi muda memiliki modal dasar yang kuat untuk menjadi pionir dalam sektor green jobs tersebut. Sebagai bagian dari generasi muda, saya melihat peluang ini bukan hanya sebagai lapangan kerja, tetapi juga sebagai panggilan untuk ikut membentuk masa depan yang lebih baik. Namun, peluang ini dapat menjadi kenyataan apabila kami diberikan ruang, kepercayaan, dan akses terhadap pelatihan serta industri yang mendukung praktik berkelanjutan secara nyata.


Mendorong pertumbuhan green jobs tanpa investasi besar dalam green skills adalah seperti membangun rumah tanpa pondasi, sehingga terlihat rapuh dan tidak berkelanjutan. Apabila Negara Indonesia ingin menjadi pemain utama dalam ekonomi hijau global, maka investasi terhadap keterampilan hijau hari ini adalah kunci menuju masa depan yang lestari dan inklusif nantinya.


Penulis: Agus Faturakhman

Daftar Pustaka:


  1. GoodStats. (2024, Maret 15). Enam sektor green jobs ini siap serap jutaan tenaga kerja. GoodStats. https://data.goodstats.id/statistic/enam-sektor-green-jobs-ini-siap-serap-jutaan-tenaga-kerja-oLRc
  2. Katadata Insight Center. (n.d.). Green jobs. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/tags/green-jobs
  3. Katadata Insight Center. (2024, Maret 21). Sederet green jobs yang paling dicari di Indonesia, Gen Z perlu tahu. Katadata.co.id. https://katadata.co.id/ekonomi-hijau/ekonomi-sirkular/65f932b65dae6/sederet-green-jobs-yang-paling-dicari-di-indonesia-gen-z-perlu-tahu
  4. Lestari, N. (2025, Juni 3). Potensi green jobs dari RUPTL 2025–2034 perlu dibarengi peningkatan SDM. Kompas.com. https://lestari.kompas.com/read/2025/06/03/163249486/potensi-green-jobs-dari-ruptl-2025-2034-perlu-dibarengi-peningkatan
  5. Program Kartu Prakerja. (2023, November 22). Mengenal green skills: Kunci masa depan kerja ramah lingkungan. Prakerja.go.id. https://www.prakerja.go.id/artikel/insight/mengenal-green-skills-kunci-masa-depan-kerja-ramah-lingkungan
  6. SatuPlatform. (2023, Desember 13). Bagaimana kondisi perkembangan green jobs di Indonesia? SatuPlatform. https://blog.satuplatform.com/bagaimana-kondisi-perkembangan-green-jobs-di-indonesia/
  7. SIP Law Firm. (n.d.). Energi terbarukan untuk desa mandiri energi di Indonesia. https://siplawfirm.id/energi-terbarukan-untuk-desa-mandiri-energi-di-indonesia/?lang=id