Articles
Bayangkan, air yang setiap hari kita minum ternyata bisa mengandung bakteri berbahaya bahkan mikroplastik. Bukan sekadar isu lingkungan, ini ancaman nyata untuk kesehatan kita. Hari Tanpa Plastik tidak akan berarti kalau kita masih menggunakan plastik sekali pakai 364 hari lainnya. 👉 Baca artikel selengkapnya untuk tahu bagaimana mikroplastik masuk ke tubuh kita, dampaknya, dan apa langkah kecil yang bisa kita mulai hari ini.
Menurut riset global, beberapa merek air galon ternama sudah tercemar dengan mikroplastik. Lantas mengapa kita begitu marah jika mendapat berita air galon palsu, sedangkan air yang kita konsumsi saja bisa jadi pemicu pertumbuhan sel kanker pada tubuh?
Kasus pemalsuan air mineral dalam kemasan galon menggemparkan warga Bekasi pada Mei lalu. Air galon palsu yang dijual oleh pelaku ternyata berasal dari air tanah yang mengandung bakteri Coliform dan Pseudomonas aeruginosa (Siagian, 2025). Sementara itu, Tempo merilis hasil penelitian di dunia yang melibatkan 30 botol air minum merek terkenal dari Indonesia sebagai sampel. Hasilnya adalah 241 dari 259 sampel mengandung mikroplastik (Pusat Data dan Analisa Tempo, 2022).
Setiap 3 Juli diperingati sebagai Hari Tanpa Plastik Sedunia. Tahun ini tema yang diangkat oleh program lingkungan hidup PBB atau sering disebut UNEP pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia adalah Hentikan Polusi Plastik. Hal ini dikarenakan dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah plastik telah dirasakan oleh manusia di seluruh belahan bumi.
Sering kita mendengar bahwa plastik sulit terurai. Plastik sekali pakai yang kita gunakan untuk keperluan belanja dan membungkus makanan serta minuman akan utuh bertahun-tahun, sehingga lama-kelamaan menumpuk di suatu tempat lalu mengotori tempat lainnya juga. Bayangkan ini jika terus terjadi lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang biasanya dilakukan dengan bersih-bersih lingkungan sepertinya sudah tidak perlu dilakukan lagi pada tahun depan. Kegiatan ini terasa seperti mencincang air, sekalipun menggunakan benda tajam. Percuma saja dibersihkan, jika selama 364 hari kita masih menggunakan plastik yang hanya dipakai sekali.
Agenda tersebut perlu diubah menjadi sebuah komitmen oleh kita semua. Komitmen seumur hidup yang lebih berpengaruh terhadap kebersihan lingkungan dan kesehatan kita daripada bersih-bersih yang hanya dilakukan setahun sekali. Itu tidak bisa mengubah kenyataan bahwa air minum kita telah terkontaminasi oleh mikroplastik. Sementara itu, Hari Tanpa Plastik Sedunia sepertinya juga mulai diabaikan oleh masyarakat Indonesia.
Pasalnya unggahan peringatan hari tanpa plastik sedunia yang dilihat oleh puluhan ribu pasang mata hanya sedikit mendapat interaksi. Contohnya unggahan PT Hutama Karya yang mendapat lebih dari 17 ribu viewers, hanya di-like tidak lebih dari 200 akun pengguna Instagram. Unggahan yang berkaitan dengan hari tanpa plastik sedunia juga terlihat sepi di dunia maya.
Apa itu mikroplastik?
Penelitian kandungan mikroplastik di air minum dalam kemasan telah dilakukan oleh State University of New York. Hasilnya diterbitkan oleh banyak media di dunia, salah satunya Tempo dari Indonesia. Penelitian tersebut melibatkan 30 botol air dari merek ternama yang dijual di Jakarta, Medan, Bali. Hasilnya adalah hampir seluruh sampel yang diuji mengandung mikroplastik.
Mikroplastik mulai ditemukan sekitar tahun 1970. Mikroplastik diartikan sebagai plastik berukuran kecil yang memiliki diameter kurang dari lima milimeter (Putri, 2022). Ini artinya ukuran mikroplastik tidak lebih dari 0,5 sentimeter (cm) atau lebih kecil dari sebiji beras. Penamaan mikroplastik pertama kali oleh ahli ekologi kelautan dari Inggris bernama Richard Thompson pada 2004 (Pusat Data dan Analisa Tempo, 2022a).
Meski mikroplastik ini bisa jadi muncul karena proses peluruhan dari kemasan plastik yang digunakan untuk air minum, tetapi tidak menutup kemungkinan air yang bersumber dari alam tercemar mikroplastik yang dibawa oleh air hujan. Seperti yang dikatakan oleh Eka Chlara Budiarti, peneliti di Ecoton, mikroplastik dapat terbawa oleh awan yang turun melalui air hujan sehingga jatuh ke sumber mata air (Pusat Data dan Analisa Tempo, 2022a).
Sumber mikroplastik
Keberadaan mikroplastik di lingkungan ada yang sengaja dibuat atau mikroplastik primer dan sekunder berasal dari penguraian sampah plastik. Mikroplastik primer sengaja dibuat untuk produk perawatan tubuh, seperti pasta gigi, sabun cuci muka, tabir surya, dan scrub wajah. Menurut jurnal Marine Pollution Bulletin tahun 2015, setiap tahun sekitar 80 ton mikroplastik yang berasal dari industri kecantikan lepas ke laut (Pusat Data dan Analisa Tempo, 2022b).
Plastik yang kita gunakan sehari-hari juga menimbulkan mikroplastik. Mikroplastik sekunder ini merupakan plastik berukuran besar yang terurai menjadi serpihan. Mikroplastik tersebut berasal dari kantong plastik, bungkus nasi, dan styrofoam (Putri, 2022). Sampah plastik yang dibuang sembarangan, seperti di aliran sungai, akan menyebabkan banjir atau menyebar ke laut yang dapat membahayakan makhluk hidup di sana.
Dampak mikroplastik
Mikroplastik merupakan ancaman tak kasat mata yang menimbulkan bahaya bagi lingkungan hidup, termasuk manusia. Mikroplastik yang terbang, mengambang, maupun mengendap di air tidak bisa disepelekan dampaknya. Baik itu lingkungan maupun hewan laut, dampak buruk mikroplastik selalu dan pasti berujung dirasakan oleh manusia.
Manusia diprediksi menghirup dan menelan puluhan ribu hingga jutaan mikroplastik. Semakin kecil ukurannya, semakin mudah mikroplastik diserap oleh sel tubuh. Meski belum ada penelitian bahaya mikroplastik bagi manusia, tetapi tidak menutup kemungkinan penyakit pernapasan seperti asma dan pneumoconiosis, gangguan pertumbuhan pada anak, terganggunya kerja hati dan ginjal, serta kanker bisa terjadi karena polutan ini (Asrul, 2022).
Hewan-hewan laut seperti ikan yang kita makan sehari-hari juga mengalami dampaknya. Mikroplastik yang terbawa oleh air sungai yang bermuara ke laut dapat memengaruhi kesehatan mereka. Penelitian menyebutkan ikan kembung, tongkol, kakap, kerapu, udang, kepiting, dan kerang adalah hewan laut yang telah menelan mikroplastik (Nisa dkk., 2024).
Mikroplastik juga mengancam tempat tinggal ikan-ikan di laut. Jika kehidupan mereka terganggu, tidak menutup kemungkinan ikan-ikan yang ditemukan di pasar menjadi langka. Bahkan ikan-ikan yang masih ada di pasar saat ini, yang kita konsumsi, dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia karena laut yang menjadi tempat tinggal mereka sudah tercemar oleh mikroplastik.
Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup sebanyak 60% sungai di Indonesia tercemar, salah satunya dengan sampah plastik (Arini, 2025). Sungai Ciliwung, Citarum, Brantas, dan Bengawan Solo dikabarkan paling kotor di Pulau Jawa (Prihatini & Utomo, 2025). Dilansir dari Kompas, salah satu Manajer di Ecoton mengatakan bahwa 4/5 dari total masyarakat Indonesia mengonsumsi air sungai.
Perusahaan daerah air minum atau PDAM menyebutkan bahwa air PAM yang kita konsumsi dua liter per hari salah satunya berasal dari sungai (PDAM, 2022). Ini berarti hukum tabur tuai itu nyata. Mikroplastik yang berasal dari sampah plastik kita menyebabkan gangguan kesehatan tubuh, karena air minum yang kita konsumsi telah mengandung bahan yang berbahaya jika tertelan.
Apa yang bisa kita lakukan mulai sekarang?
Melihat bahaya tak kasat mata di atas, kita perlu melakukan sesuatu mulai dari sekarang. Kita tidak bisa terus bergantung menggunakan plastik sekali pakai kemudian buang. Membawa wadah makan dan minum pribadi dari rumah, yang jelas akan mengurangi laju sampah plastik. Membawa kantong belanja yang bisa digunakan berkali-kali setiap pergi ke pasar tradisional. Selain itu, mulai beralih ke produk perawatan tubuh yang tidak mengandung mikroplastik.
Sebetulnya pemerintah sudah membuat peraturan tentang penggunaan plastik sekali pakai. Dilansir dari website plasticdiet.id, sudah banyak daerah yang mengatur hal tersebut. Salah satunya di Jakarta. Larangan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan menyediakan kantong plastik tertuang pada Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019. Di sana tertera kantong plastik perlu diganti dengan kantong ramah lingkungan.
Kenyataan di lapangan, peraturan tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan. Memang saat ini toko swalayan sudah tidak menyediakan kantong plastik, bahkan beberapa ada yang berbayar. Namun, kantong plastik masih digunakan di pasar tradisional. Sudah menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup mengawasi penyediaan kantong plastik sekali pakai oleh pelaku usaha. Sanksi administratif diambil sebagai langkah tegas pemerintah daerah dalam mengatasi pelanggaran ini.
Sebagai masyarakat, alangkah baiknya jika kita mendukung upaya pemerintah tersebut. Dengan mulai memilah sampah dan menyetorkan sampah yang bisa didaur ulang ke bank sampah. Mulai menggunakan produk ramah lingkungan, seperti yang dilakukan influncer @ceritanupi, @sustainable_suzy, dan mulai mengikuti akun Instagram serta TikTok Inovasi Muda yang bercita-cita menjadi institusi edukasi keberlanjutan, sehingga menciptakan peluang green job.
Banyak sumber yang mengatakan bahwa green job akan banyak dibutuhkan di masa depan. Melihat peluang ini dan dari tindakan yang diambil oleh dunia serta pemerintah Indonesia untuk memberantas plastik, sepertinya perlu ada kerja sama dengan perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi. Pustakawan yang bekerja di perpustakaan dapat mengadakan dan memperbanyak koleksi yang bertemakan ramah lingkungan.
Semakin tersebarnya klub baca buku di Indonesia bisa jadi ide untuk memunculkan kesadaran masyarakat pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu saat tagar Indonesia Gelap banyak diperbincangkan. Para pecinta buku ramai-ramai memberikan rekomendasi buku yang bertemakan keadaan politik saat orde baru di media sosial.
Ini juga bisa diterapkan pada isu lingkungan. Masyarakat menjadi sadar bahaya dari mikroplastik, sehingga tercipta komitmen untuk mengubah kebiasaan mereka. Selain itu, perlu ada kerja sama dari para penulis, pemerhati lingkungan, peneliti, juga penerbit untuk menambah khazanah pengetahuan berkaitan dengan lingkungan, khususnya plastik. Memang perlu waktu untuk itu, tetapi ini dirasa mungkin menjadi kenyataan jika dilakukan dari sekarang.
Mudahnya, dengan memulai menulis tentang lingkungan atau membagikan tulisan ini di media sosial sekarang, kamu sudah berdampak bagi kesadaran teman-teman untuk mengurangi polusi plastik di sekitar kita.
Penulis: Dhea Meidina
Daftar Pustaka: